PT Suka Jaya Makmur (PT SJM) terletak di Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Melawi, Provinsi Kalimantan Barat dengan luas areal 171.300 ha sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No: 106/Kpts-II/2000 pada tanggal 29 Desember 2000) dan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. SK.1445/MENLHK/SETJEN/HPL.0/12/2021 dengan status kawasan hutan di kawasan Hutan Produksi (HP) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT).
Berdasarkan klasifikasi iklim Schimdt dan Ferguson (1952), kondisi iklim di areal PT SJM termasuk tipe iklim A, dengan curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 1.500 - 3.000 mm/tahun. Sebagian besar areal PT SJM memiliki kondisi lereng yang relatif datar hingga agak curam dengan kelerengan sekitar 0 – 25%, serta memiliki ketinggian tempat berkisar antara 100 – 500 mdpl. Secara umum, kelas lereng yang mendominasi ialah 8 – 15% (28,72%). Formasi geologi pada areal konsesi PT SJM didominasi oleh formasi Granit Sukadana (Kus) atau sekitar 64,55% dari total areal yang berada pada umur kapur akhir.
Areal konsesi PT SJM terbagi menjadi empat wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Kapuas, DAS Kotawaringin, DAS Pawan, dan DAS Pesaguan. Seluruh sungai di areal konsesi merupakan sungai kecil dan merupakan hulu bagi aliran sungai besar yang berada di bawahnya. Terdapat 7 sistem lahan pada areal PT SJM, yaitu Bukit Pandan, Gambut, Honja, Juloh, Pakalunai, Rangankau, dan Telawi. Pakalunai dan Bukit Pandan merupakan dua sistem lahan yang mendominasi areal konsesi PT SJM. Areal konsesi PT SJM terbagi menjadi tujuh jenis tutupan lahan dengan mayoritas tutupan lahan pada wilayah ini adalah hutan sekunder (sekitar 79%). Selain itu, sekitar 18% dari wilayah PT SJM ini masih berupa hutan primer. Adapun lima tutupan lainnya adalah pertanian lahan kering campur, belukar, tanah terbuka, belukar rawa, dan hutan tanaman.
Pendekatan tipe ekosistem pada areal konsesi PT SJM dilakukan menggunakan identifikasi biofisiografis (Bioekoregion) di Pulau Kalimantan. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, di areal konsesi hanya terdapat satu ekoregion yaitu Schwarner Mountain. Schwarner Mountain atau pegunungan schwarner sebuah deretan pegunungan yang melintasi wilayah perbatasan antara provinsi Kalimantan Barat dengan Kalimantan Tengah.
Areal PT SJM berada di 11 (sebelas) desa yang terbagi dalam 3 (tiga) wilayah Kecamatan yaitu Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang diantaranya adalah Desa Sebadak Raya, Kayong Utara, Kayong Hulu, Betenung dan Kayung Tuhe, Kecamatan Sokan, Kabupaten Melawi diantaranya adalah Desa Nanga Tangkit, Nanga Libas, Nanga Ora dan Penyengkuang serta Kecamatan Hulu Sungai, Kabupaten Ketapang diantaranya adalah Desa Lubuk Kakap dan Beginci Darat. Beberapa desa dalam wilayah kecamatan tersebut memiliki interaksi dengan wilayah izin perusahaan PT SJM karena sebagian wilayah administrasi desanya berada dalam areal izin PT SJM. Sedangkan intensitas interaksi setiap desa dalam wilayah kecamatan tersebut berbeda-beda bergantung pada tingkat kedekatan areal pemukiman dengan lokasi izin perusahaan dan kemudahan akses untuk menuju areal tersebut. Intensitas interaksi juga semakin tinggi pada saat sebagian warga masih memenuhi kebutuhan hidupnya dari sekitar areal izin perusahaan seperti berkebun/bertani dan memungut hasil hutan bukan kayu.
Temuan Penting
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa di dalam areal konsesi PT SJM mengandung Nilai Konservasi Tinggi yakni NKT 1 Kawasan yang Mempunyai Tingkat Keanekaragaman Hayati yang Penting (NKT 1.1, NKT 1.2, NKT 1.3), NKT 2 Kawasan Bentang Alam yang Penting bagi Dinamika Ekologi Secara Alami (NKT 2.2, NKT 2.3), NKT 3 Kawasan yang Mengandung Ekosistem Terancam, NKT 4 Kawasan yang menyediakan Jasa-jasa lingkungan alami (NKT 4.1, NKT 4.2), NKT 5 Kawasan yang Mempunyai Fungsi Penting untuk Pemenuhan Dasar Masyarakat Lokal, dan NKT 6 Nilai Budaya Masyarakat Lokal. Tidak ditemukan adanya NKT 1.4, 2.1 dan 4.3 di dalam areal PT SJM. Adapun deskripsi singkat dari masing-masing temuan dijelaskan sebagai berikut.
Temuan NKT 1.1
Berdasarkan Peta Fungsi Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2019, bahwa di dalam areal izin PT SJM tidak terdapat Kawasan Konservasi (KK) atau Hutan Lindung (HL). Adapun status kawasan PT SJM berupa Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi Tetap (HP). Pada wilayah yang lebih luas yakni lingkup Lanskap Kajian terdapat Hutan Lindung yang berfungsi sebagai wilayah keanekaragaman hayati utama. Seluruh HL tersebut berdekatan atau berbatasan langsung dengan areal UM. Sehingga kondisi tersebut mengharuskan PT SJM untuk menyisihkan areal penyangga (Buffer Zone) dan ditetapkan sebagai NKT.1.1. Selain buffer zone, ditemukan juga atribut daerah pendukung lainnya yaitu sempadan sungai yang alirannya terinterkoneksi antara UM dengan kawasan keanekaragaman hayati utama (HL). Berdasarkan justifikasi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa di dalam areal PT SJM mengandung NKT 1.1 dengan luas HCVA 13.312,23 ha.
Temuan NKT 1.2
Pada aspek flora, terdapat beberapa jenis yang tergolong kedalam status konservasi Critically Endangered-CR (terancam punah). Jenis-jenis yang tergolong kedalam status CR tersebut didominasi oleh kelompok Dipterocarpaceae yakni sebanyak 9 jenis dan 1 jenis berasal dari famili Thymelaeceae. Jenis-jenis yang dimaksud yaitu Cengal (Hopea mengarawan), Nyerakat (Hopea coriacea), Keruing (Dipterocarpus kunstleri), Mayau (Shorea palembanica), Meranti kuning (Shorea gibbosa), Meranti kuning (Shorea hopeifolia), Meranti merah (Shorea johorensis), Meranti putih (Shorea lamellata), Merawan (Hopea ferruginea) dan Gaharu (Aquilaria malaccensis).
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan serta hasil monitoring PT SJM periode 2000-2021, maka di areal PT SJM terdapat 4 jenis fauna dengan kategori Critically Endangered-CR (terancam punah). Jenis-jenis tersebut adalah Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii), Trenggiling (Manis javanica), Rangkong Gading (Rhinoplax vigil) dan Baning Coklat (Manouria emys). Berdasarkan justifikasi tersebut, maka di dalam areal PT SJM mengandung NKT 1.2 dengan luas HCVA sebesar 20.880,70 ha dan HCVMA 10.258,08 ha.
Temuan NKT 1.3
Penilaian areal NKT 1.3 didasari melalui habitat yang memiliki populasi spesies yang terancam, penyebaran terbatas atau dilindungi oleh Pemerintah RI. Berdasarkan data monitoring PT SJM tahun 2019-2021 serta hasil pengamatan di lapangan, maka di areal PT SJM ditemukan setidaknya 142 jenis flora dari 35 famili. Jenis flora terbanyak dan sering dijumpai berasal dari famili Dipterocarpaceae yakni sebanyak 46 jenis. Beberapa jenis flora yang merupakan jenis dengan status perlindungan Critically Endangered (CR) sebanyak 10 jenis, Endangered (EN) sebanyak 9 jenis dan Vulnerable (VU) yaitu sebanyak 25 jenis. Sedangkan menurut Permen LHK No. P.106 Tahun 2018, hanya ditemukan satu jenis yang dilindungi. Pada kategori CITES, dijumpai sebanyak 5 (lima) jenis yang termasuk kedalam Appendix II.
Pada kelompok fauna, teridentifikasi 137 jenis fauna dari 61 famili. Jenis paling banyak ditemukan secara berurutan berasal dari kelas burung (78 jenis), mamalia (39 jenis), dan Herpetofauna (20 jenis). Berdasarkan status perlindunganya, terdapat sebanyak 19 jenis mamalia yang termasuk kategori terancam (threatened species) menurut IUCN, yakni 10 jenis Vulnerable (VU: Rentan), 7 jenis Endangered (EN: Terancam), dan 2 jenis Critically Endangered (CR: Terancam Punah). Jenis mamalia CR yang ditemukan di area kajian yaitu Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) dan Trenggiling (Manis javanica).
Ditemukan 16 jenis burung yang termasuk kategori spesies terancam (threatened species) menurut IUCN. Berdasarkan katagori IUCN ditemukan 16 jenis Vulnerable (VU: Rentan), 2 jenis Endangered (EN: Terancam), dan 1 jenis Critically Endangered (CR: Terancam Punah). Jenis burung CR yang ditemukan di area kajian yaitu Rangkong Gading (Rhabdotorrhinus corrugatus).
Ditemukan 4 jenis herpetofauna yang termasuk kategori spesies terancam (threatened species) menurut IUCN yakni dengan kategori Vulnerable (VU: Rentan) sebanyak 2 jenis, Endangered (EN: Terancam), dan 1 jenis Critically Endangered (CR Terancam Punah). Jenis herpetofauna CR yang ditemukan di area kajian yaitu Baning Colat (Manouria emys).
Berdasarkan justifikasi tersebut, maka di dalam areal PT SJM mengandung NKT 1.3. Adapun luas NKT 1.3 di dalam areal konsesi PT SJM sama dengan NKT 1.2 yakni luas HCVA sebesar 20.880,70 ha dan HCVMA 10.258,08 ha.
Temuan NKT 2.2
Jika dilihat dari ketinggian tempat, maka di areal kajian memilki dua tipe ekosistem yakni ekosistem hutan dataran rendah perbukitan dipterocarpceae dan hutan sub pegunungan dipterocarpaceae. Berdasarkan hasil analisa garis elevasi dan tutupan lahan, maka di areal kajian terdapat lokasi yang masih memiliki ecocline atau garis transisi yang berkesinambungan di antara kedua ekosistem tersebut. Adapun lokasinya adalah komplek perbukitan Batu Tetudung. Berdasarkan justifikasi tersebut, maka di dalam areal PT SJM mengandung NKT 2.2 dengan luas HCVA sebesar 2.910,19 ha dan HCVMA 5.202,12 ha.
Temuan NKT 2.3
Komponen utama yang perlu diperhatikan dalam NKT 2.3 adalah keberadaan spesies alami sebagai perwakilan atau identitas bagi keanekaragaman hayati pada lanskap kajian. Oleh karena itu, selain telah didentifikasi sebagai NKT 1.1 dan NKT 2.2, maka kriteria lainnya yang ditemukan di areal kajian dalam penentuan NKT 2.3 adalah kawasan yang mengandung populasi top predator dan kawasan yang mengandung spesies yang memerlukan ruang habitat yang luas untuk bertahan hidup karena secara alami hidup pada kepadatan yang rendah.
Kelompok Kucing Besar (Felidae)
Seluruh jenis dari kelompok felidae termasuk spesies top predator. Jenis tersebut adalah Macan Dahan (Neofelis diardi), Kucing kuwuk (Prionailurus bengalensis), Kucing Batu (Pardofelis marmorata) dan Kucing Merah (Ctopuma badia). Adapun kebutuhan terhadap mangsa bervariasi, dapat berupa mangsa arboreal (seperti monyet, musang, burung, bajing, tupai) atau mamalia terestrial seperti rusa, kancil, landak atau jenis lainnya yang terdapat di dalam lanskap kajian.
Kelompok Elang dan Jenis Khas Lainnya
Terdapat 10 jenis elang di areal kajian dan seluruhnya merupakan predator yang membutuhkan populasi mangsa dalam jumlah yang cukup. Elang memiliki relung habitat yang beragam yakni dari mosaik hutan utuh, tepian hutan hingga habitat yang telah terganggu. Terdapat juga kelompok spesies lainnya yang merupakan perwakilan atau identitas keanekaragaman hayati pada lanskap kajian diantaranya adalah kelompok Bucerotidae, Madi (Eurylaimidae), Ayam hutan dan Puyuh (Phasianidae).
Orangutan Kalimantan
Selain spesies top predator, ditemukan juga spesies yang memerlukan ruang habitat yang luas untuk bertahan hidup yakni Orangutan Kalimantan. Berdasarkan hasil pengamatan dan data sekunder hasil monitoring PT SJM dan WWF periode tahun 2010-2020, bahwa lokasi- lokasi ditemukannya jejak atau sarang Orangutan umumnya menyebar mengikuti sumber air (sungai) dan pakan. Selain Sempadan Sungai, lokasi yang sering dijumpai jejak sarang Orangutan di bagian utara diantaranya perbukitan Batu Tetudung, perbukitan Batu Perai, dan Perbukitan Seduhoi; sedangkan temuan lokasi sarang di bagian selatan diantaranya perbukitan Batu Kerai Kundang, Perbukitan Semangkok, Perbukitan Pintu Raja dan Perbukitan Lambaian Sirih. Orangutan merupakan salah satu spesies payung yang kebutuhan habitatnya diyakini mencakup kebutuhan spesies lainnya. Sehingga sebaran NKT 1.1, NKT 1.2 dan NKT 1.3 juga dianggap sebagai NT 2.3.
Berdasarkan justifikasi tersebut, maka di dalam areal PT SJM mengandung NKT 2.3 dengan luas HCVA sebesar 20.880,70 ha dan HCVMA 10.258,08 ha.
Temuan NKT 3
Proses identifikasi NKT 3 pada kajian ini menggunakan dua pendekatan yakni pendekatan analitik dan pendekatan kehati-hatian. Keduanya masing-masing memerlukan data pemetaan ekosistem yang berguna sebagai tolok ukur pendekatan, yaitu kondisi iklim, sifat tanah/hidrologis dan bentuk lahan yang ada dalam sebuah unit biofisioografis atau bioekoregion. Berdasarkan hasil analisis menggunakan pendekatan tersebut, terdapat areal NKT 3 di PT SJM dimana areal tersebut masih tergolong sebagai ekosistem yang dikategorikan sebagai ekosistem terancam. Syarat utama untuk ditetapkan sebagai ekosistem terancam atau langka, jika kondisi tutupannya masih berupa hutan dengan ciri khasnya masing-masing, atau masih memiliki hutan sisa yang diduga masih mampu untuk memperbaiki kondisi dengan sendirinya. Kondisi tutupan seperti alang-alang, semak belukar atau bekas kebakaran tidak termasuk dalam kriteria penentuan ekosistem terancam.
Di areal konsesi PT SJM masih terdapat dua kelas ekosistem yang dikategorikan sebagai ekosistem terancam yakni Hutan Dipterocarp Campuran atau Perbukitan di atas Batuan Malihan dan Hutan Dipterocarp Campuran atau Perbukitan di atas Batuan Granit. Berdasarkan justifikasi tersebut, maka di dalam areal PT SJM mengandung NKT 3 dengan luas HCVA sebesar 9.440,37 ha dan HCVMA 3.259,43 ha.
Temuan NKT 4.1
Atribut yang dijadikan sebagai NKT 4.1 di areal kajian didominasi oleh ekosistem sempadan sungai (tepian sungai) dan areal bukit berlereng curam dengan tutupan berhutan. Di areal kajian ditemukan setidaknya 25 aliran sungai dan sebagian besar PT SJM merupakan tempat bagi hulu-hulu sungai tersebut. Seluruh sungai yang teridentifikasi merupakan sungai kecil sehingga penetapan sempadannya selebar 50 meter. Hanya satu sungai yang memiliki kriteria sungai besar yakni Sungai Pawan dan alirannya berada di luar atau di sebelah barat konsesi. Dari segi pemanfaatan, sebagian besar aliran sungai digunakan oleh masyarakat di sekitarnya untuk MCK seperti sungai Kayong, Sungai Tigal, Sungai Ewat, Sungai Seduhoi, Sungai Batang Kawa dan Sungai Pesaguan. Selain itu, beberapa sungai juga dimanfaatkan untuk mencari ikan. Kondisi seluruh sempadan sungai di areal konsesi masih baik yakni hutan sekunder dengan tingkat kerapatannya rendah sampai dengan tinggi.
Areal PT SJM terletak di kawasan hulu yang merupakan lokasi penting untuk siklus hidrologi. Kawasan hulu yang memiliki tipe topografi yang berbukit dan merupakan lokasi dari hulu-hulu anak sungai yang mengalir ke sungai utama mejadi kawasan yang penting utuk menjaga kualitas air. Kawasan hulu juga berkaitan erat dengan keberadaan daerah tangkapan air yang berfungsi untuk menjaga kelangsungan dan keseimbangan volume air tanah (ground water). Faktor lain yang mempengaruhi fungsi daerah tangkapan air adalah kondisi tutupan lahan.
Seluruh komplek perbukitan di areal PT SJM dan lanskap sekitarnya memiliki tutupan hutan dengan kerapatan rendah hingga berkerapatan tinggi (hutan primer). Bukit-bukit tersebut berfungsi sebagai daerah resapan air sekaligus menjadi daerah tangkapan air yang penting sebagai hulu dari beberapa alur-alur air yang mengalir ke sungai di bawahnya. Kelestarian bukit harus dijaga agar ancaman kerusakan dapat dicegah dan diminimalisir. Secara umum, lokasi perbukitan yang ditetapkan sebagai NKT 4.1 berupa Hutan Lindung dan Buffer Zone serta perbukitan yang ditetapkan sebagai habitat bagi flora dan fauna dilindungi (RTE).
Berdasarkan justifikasi tersebut, maka di dalam areal PT SJM mengandung NKT 4.1 dengan luas HCVA sebesar 20.880,70 ha dan HCVMA 10.258,08 ha.
Temuan NKT 4.2
Tingkat bahaya erosi sangat dipengaruhi oleh empat faktor utama yakni curah hujan, jenis tanah, kelerengan dan kondisi tutupan lahan. Areal kajian memiliki 4 asosiasi jenis tanah yakni Dystropepts, Tropapquepts, Tropudults dan Ustipsamments. Adapun parameter iklim, rata-rata curah hujan per bulannya rata-rata sebesar 340,8 mm dan 16 hari hujan per bulan. Berdasarkan kemiringan lerengnya, dibagi menjadi lima kelas yakni 0-8%, 8-15%, 15-25%, 25-40% dan >40%. Paramter-parameter tersebut digunakan dalam memperkirakan tingkat bahaya erosi (TBE). Perhitungan dugaan erosi aktual di wilayah kajian dapat di kelompokkan menjadi lima kelas TBE yakni Sangat Ringan (SR), Ringan (R), Sedang (S), Berat (B) dan Sangat Berat.
Kondisi areal yang curam sampai dengan sangat curam mempunyai peran sebagai daerah-daerah yang berfungsi sebagai tangkapan air yang penting untuk pengisian air bumi (aquifer) yang keluar sebagai sumber/mata air, tetapi di sisi lain juga berpotensi longsor, erosi dan menyebabkan sedimentasi di badan-badan air apabila tutupan lahannya hilang atau tidak dikelola dengan baik.
Di areal kajian mempunyai kondisi topografi yang bervariasi yakni datar sampai dengan sangat curam. Pada Blok Utara PT SJM, topografi yang curam terkonsentrasi di perbukitan Tetudung, Jelayang, Ketibang, dan Batu Perai; sedangkan pada Blok Utara terkonsentrasi di perbukitan Semangkok, Lambaian Sirih, Riam Selalang dan Pintu Raja. Dengan mempertimbangkan kondisi kelerengan serta tutupan hutannya, maka areal perbukitan yang telah disebutkan di atas diidentifikasi sebagai erosi resiko tinggi (jika tutupan hutannya hilang) dan ditetapkan sebagai NKT 4.2.
Berdasarkan justifikasi tersebut, maka di dalam areal PT SJM mengandung NKT 4.2 dengan luas HCVA sebesar 6.163,55 ha dan HCVMA 10.258,08 ha.
Temuan NKT 5
NKT 5 bisa diidentifikasi pada tingkat lanskap yang luas dan tingkat ekosistem atau komponen ekosistem. Terdapat dua persyaratan agar suatu kawasan dapat ditetapkan sebagai NKT 5 untuk pemenuhan kebutuhan dasar keluarga masyarakat lokal yaitu Kawasan hutan atau ekosistem alam lain memberikan sumberdaya penting bagi masyarakat lokal yang tidak dapat tergantikan dan sumberdaya dimanfaatkan oleh masyarakat dengan cara yang berkelanjutan atau mereka secara aktif berusaha melindungi sumberdaya tersebut, dengan tidak mengancam NKT lainnya.
Berdasarkan hasil kajian di lapangan, maka dapat disimpulkan bahwa didalam memenuhi kebutuhan dasar pangan di dalam areal izin PT SJM terdapat areal NKT 5 untuk pemenuhan kebutuhan protein (ikan) yaitu sungai. Sungai tersebut diantaranya adalah Sungai Kayong, Sungai Batang Kawa, Sungai Ewat, Sungai Tayap, Sungai Kemokor/Kemekar dan Sungai Seluwey/ Seduhoi. Sehingga seluruh sungai-sungai tersebut ditetapkan sebagai NKT 5 dengan luas HCVA sebesar 1.164,94 ha.
Temuan NKT 6
Berdasarkan hasil identifikasi lapangan bersama dengan tokoh/perwakilan masyarakat adat di desa-desa sekitar areal PT SJM, diketahui bahwa di dalam areal kerja PT SJM terdapat lokasi-lokasi yang memiliki fungsi penting dari segi budaya atau religi masyarakat adat setempat. Lokasi-lokasi bernilai penting untuk kepentingan budaya/religi tersebut berupa: Situs religius atau keramat, tempat pemakaman atau lokasi di mana upacara adat berlangsung bagi masyarakat lokal atau masyarakat adat berupa Keramat Bukit Mangkok Olangan, Riam Selalang, Pintu Raja, Karangau dan Batu Rangkaya dengan luas HCVA sebesar 897,17 ha dan HCVMA 489,89 ha.
Ringkasan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) di areal Konsesi PT SJM
Nilai Konservasi Tinggi |
Komponen |
Status NKT |
Luas (ha) |
Status NKT Lanskap |
||
Ya |
Tidak |
Ya |
Tidak |
|||
NKT 1. Kawasan yang Mempunyai Tingkat Keanekaragaman Hayati yang Penting |
1.1 Kawasan yang mempunyai atau memberikan fungsi pendukung keanekaragaman hayati bagi kawasan lindung dan/atau konservasi |
Ya |
|
HCVA (13.788,51) |
Ya |
|
1.2 Spesies hampir punah |
Ya |
|
HCVA (20.880,70) HCVMA (10.258,08) |
Ya |
|
|
1.3 Kawasan yang merupakan habitat bagi populasi spesies yang terancam, penyebaran terbatas atau dilindungi yang mampu bertahan hidup |
Ya |
|
HCVA (20.880,70) HCVMA (10.258,08) |
Ya |
|
|
1.4 Kawasan yang merupakan habitat bagi spesies atau sekumpulan spesies yang digunakan secara temporer |
|
Tidak |
|
|
Tidak |
|
NKT 2. Kawasan Bentang Alam yang Penting bagi Dinamika Ekologi Secara Alami |
2.1 Kawasan bentang alam luas yang memiliki kapasitas untuk menjaga proses dan dinamika ekologi secara alami |
|
Tidak |
|
|
Tidak |
2.2 Kawasan yang berisi dua atau lebih ekosistem dengan garis batas yang tidak terputus (berkesinambungan) |
Ya |
|
HCVA (2.910,19) HCVMA (5.202,12) |
|
Tidak |
|
2.3 Kawasan yang berisi populasi dari perwakilan spesies alami |
Ya |
|
HCVA (20.880,70) HCVMA (10.258,08) |
Ya |
|
|
NKT 3. Kawasan yang Mempunyai Ekosistem Langka atau Terancam Punah |
Ya |
|
HCVA (9.440,37) HCVMA (3.259,43) |
Ya |
|
|
NKT 4. Kawasan yang menyediakan Jasa- |
4.1 Kawasan atau ekosistem penting sebagai penyedia air dan pengendalian banjir bagi masyarakat hilir |
Ya |
|
HCVA (20.880,70) HCVMA (10.258,08) |
Ya |
|
jasa lingkungan alami. |
4.2 Kawasan yang penting bagi pengendalian erosi dan sedimentasi |
Ya |
|
HCVA (6.163,55) HCVMA (10.258,08) |
Ya |
|
4.3 Kawasan yang berfungsi sebagai sekat alam untuk mencegah meluas kebakaran hutan dan lahan |
|
Tidak |
|
Ya |
|
|
NKT 5. Kawasan yang Mempunyai Fungsi Penting untuk Pemenuhan Dasar Masyarakat Lokal |
Ya |
|
HCVA (1.164,94) |
Ya |
|
|
NKT 6. Kawasan yang Mempunyai Fungsi Penting untuk Identitas Budaya Tradisional Komunitas Lokal |
Ya |
|
HCVA (897,17) HCVMA (489,89) |
|
Tidak |
|
Integrasi Luasan NKT |
HCVA (20.880,70) HCVMA (10.258,08) |
|
||||
Luas Konsesi PT Suka Jaya Makmur |
171.300 |
|
||||
Persentase (%) dari Luas Total Areal PT SJM |
HCVA (12,19%) HCVMA (5,99%) |
|